Twitter Stream
Jika Anda bertemu dengan seseorang yang matanya tiba-tiba berkedip sendiri. Jangan marah dulu, siapa tahu dia penderita hemifacial spasm.
Spasm bukanlah penyakit. Tak ada penyebab, tak ada obat dan bisa menyerang usia berapa saja.
Kesembuhannya hanya melalui jalan operasi. Tapi, penderita tak perlu takut. Menggunakan teknologi canggih, operasi bisa dilakukan dengan detil, dan memperkecil resiko. Hasilnya, penderita bisa terbebas dari keluhan spasm selamanya.
Hemifacial spasm (HFS) adalah kejang spontan di daerah wajah. “Awalnya kedutan di sebelah mata, lalu turun di pipi kiri, terus di sudut bibir seperti merot, terus sampai ke leher,” ujar dr. M. SOFYANTO Sp.Bs Neurosurgeon dari RS. Husada Utama pada suarasurabaya.net,Sabtu(18/10).
Tidak semua kedutan berakhir dengan spasm. Tapi, jika kedutan terjadi terus-menerus dalam sehari atau bahkan satu jam dan semakin progresif, artinya kedutan semakin lama semakin menurun ke pipi dan bibir, maka itu adalah tanda HFS. Bila semakin berat akan menggagu pandangan.
HFS akan membuat wajah seseorang merot akibat pembuluh darah yang menekan syaraf ketujuh di dalam otak tepatnya pada syaraf facialis atau motorik wajah. Penderita yang terkena HFS, akan mengalami kejang-kejang di sekitar mata, pipi dan bibir tanpa bisa ia kendalikan.
Lalu, apa pemicunya? Menurut SOFYAN, sebagian besar HFS dipicu oleh spontanitas. Tapi, stress, cemas dan kelelahan juga bisa membuat gejala kejang spontan ini lebih sering terjadi. Penderita HFS memiliki syaraf dan pembuluh darah yang normal. Karena itu, pengobatannya hanya melalui jalan operasi.
“Spasm ini nggak ada stadiumnya. Syarafnya yang keserempet, kalau makin cepat dioperasi makin baik, resikonya makin kecil. Kalau dibiarkan, makin berat makin melekat nanti sudah ada membran yang membungkus,” terang SOFYAN.
Dengan teknologi microsurgery yang semakin canggih, operasi terhadap HFS menjadi lebih mudah dilakukan dan dengan resiko kecil. SOFYAN mengatakan operasi bisa berlangsung 2-3 jam. Persiapannya sama dengan operasi yang lain. Asal tidak gangguan perdarahan dan gangguan organ dalam yang lain, operasi bisa segera dilakukan.
Sejauh ini, SOFYAN telah mengoperasi 75 orang penderita HFS. Usia mereka mulai dari 23 tahun hingga 73 tahun. Mereka, kata SOFYAN bisa sembuh seperti sedia kala. Operasi dilakukan di belakang telinga yang dilubangi 1,2 cm.
Proses terlama adalah saat mengempeskan otak kecil di bagian belakang telinga tersebut. Karena untuk menyeberang ke batang otak tempat syaraf yang menempel itu harus mengempeskan terlebih dahulu otak kecil. Setelah itu, pembuluh darah yang keserempet dilepaskan dan diberi bantalan semacam dakron.
Memang, penderita HFS yang sudah dioperasi ada kemungkinan untuk kambuh. Tapi, ini tergantung kondisi saat dioperasi.
Soal mahalnya biaya operasi, SOFYAN mengatakan karena teknologi yang canggih yang diperoleh dari Jerman. Selain itu juga karena peralatannya serba disposable (sekali pakai) untuk menjaga sterilitasnya. Namun, kata SOFYAN, dibandingkan di negara lain seperti Jepang dan Singapura, biaya operasi HFS di Indonesia lebih murah.(git/ipg, suarasurabaya.net)